Saturday, February 8, 2014

INTERVIEW


Siang itu, Gedung S. Widjojo terlihat bersinar. Kaca yang mendominasinya silau terkena pancaran sinar matahari, membuatnya terkesan lebih tinggi. Bentuknya yang agak ‘unik’ seperti payung yang disusun bertumpuk terlihat lebih menonjol dari gedung di sepanjang jalan sudirman.

Beberapa petugas berseragam hitam-hitam terlihat sigap memeriksa setiap mobil yang mencoba memasukinya, agak ketat penjagaannya, karena di dalamnya terdapat pusat kebudayaan Inggris, British Council.

Panda merapihkan kemejanya. Jantungnya berdenyut keras. Ini adalah interview kali pertama dalam hidupnya. Di depannya terpampang tulisan besar ‘JakArt@’, International Arts, Cultural & Educational Festival’.

Sebuah institusi yang kemarin menelponnya ketika ia sedang latihan dengan bandnya. “Bismillah!” Panda mencoba menenangkan hatinya. Tangannya mulai membuka pintu tinggi besar yang semuanya terbuat dari kaca. Panda akhirnya masuk ke dalam.

Di depannya terbentang meja panjang berwarna hitam, dengan tinggi kira-kira sedada (dada siape), yah pokoknya tingginya setinggi seekor kambing yang lagi berdiri. Di belakang meja itu duduk seorang wanita cantik. Taunya cantik? Terlihat dari rambutnya yang hitam panjang, yang sepertinya terawat (halah).

“Siang, mbak.” Panda membuka suara.
Mendengar ada suara, wanita di belakang meja resepsionis itu pun berdiri.

*slow motion* wanita itu mendongakkan kepalanya perlahan, rambutnya yang hitam panjang.. dan wangi (baru saja tercium baunya) tergerai ke kiri dan kanan.. Mulai terlihat sedikit demi sedikit raut mukanya yang.. cantik. Muka blasteran, mata coklat, hidung mancung dan.. berbibir merah, baju yang dikenakannya terusan berwarna putih dan bertotol hitam, seperti sapi.. yang membuat dadanya yang.. besar.. terlihat sesak, seperti.. susah bernapas (kenapa ceritanya jadi porno gini sik, maafkan, lanjut ya).

Melihat pemandangan seperti itu, Panda tercengang. Termangu. Diam. Bengong. Terpesona akan kecantikan wanita itu.

“Selamat siang, ada yang bisa dibantu?” kata wanita cantik itu.
 “Se.. lamat siang mba, saya Panda.” Jawab Panda gagap.
“Halo, saya Meranti, panggil aja Anti.” Wanita itu menjulurkan tangannya yang jenjang. Leher kali jenjang.
“E.. E.. ini mba. Kemarin saya di telpon oleh ibu Sherly dari JakArt, katanya saya mau diinterview?!”
“Ohh.. mau jadi volunteer ya. Silahkan duduk dulu ya mas Panda, sebentar saya panggil dulu mbak Sherly-nya.”

Panda berjalan menuju bangku yang ditunjuk oleh perempuan cantik yang berambut hitam dan berdada... sudahlah. Panda perhatikan sekelilingnya.. ia bergidik, sekali lagi ia perhatikan seluruh ruangan yang ada di depan matanya. “Kantor ini keren banget!” kata Panda terperangah dalam hati. Memang tempat seperti inilah yang sudah diidam-idamkan sebagai future office-nya kalau kerja nanti. Nyeni banget.

Ruang tamunya tertata dengan rapi. Lantainya dilapisi kayu kotak berwarna coklat. Di tengah ruangan, ada sebuah meja panjang terbuat dari besi berulir berwarna hitam pada tiap kakinya, di atasnya tergeletak sebuah kaca putih bening berbentuk oval, terlihat memberikan efek elegan pada ruangan itu. Meja itu dikelilingi oleh kursi besi yang dibalut oleh sarung beludru berwarna hitam. Di sebelah kirinya, kira-kira 10 ubin (udah ngitung tadi) dari meja, tergeletak sebuah instalasi berbentuk balok-balok yang tersusun seperti gedung-gedung pencakar langit.

‘Wah keren abis. Klasik!” Panda berucap setengah teriak, tangannya menunjuk ke pojokan ruangan. Di sana terdapat baby grand piano yang sengaja dibuka panel atasnya. Di atasnya, sebuah lampu kuning menyoroti tepat ke arah piano tersebut.

“Mas Panda..” terdengar suara Anti memanggil. “Silahkan masuk ke ruangan yang di sebelah kiri ya, ibu Sherly sudah menunggu.” Panda mengangguk dan segera masuk ke ruangan yang ditunjuk oleh Anti.

Kejadian lagi..

Panda bengong. Ia nganga. Gede banget. Iya, Panda emang gampang banget nganga alias norak.

Kali ini ruangan yang dimasukinnya benar-benar membuat dirinya terpana. Ia seperti berada di sebuah mini gallery. Ukurannya kira-kira seperempatnya ruang tamu tadi. Di dinding kiri terpampang banyak poster besar warna-warni, bergambarkan berbagai macam pertunjukkan seni, seperti teater, ballet, piano, paduan suara, dll. Di dinding kanannya, terpampang white board yang penuh dengan coretan tanggal yang beruliskan agenda berbagai pertunjukkan.

“Mas Panda ya, saya Sherly” seorang wanita berwajah jawa manis mengagetkan Panda.
“Halo, saya Panda.” jawab Panda sambil senyum.
“Lucu banget sih namanya!” Sherly tertawa.
“Oh itu nama panggilan aja kok, bu..”
“O.. Eh, panggil Sherly aja ga usah pake bu. Oke Panda, jadi kamu mau bergabung di JakArt@?”
Panda ngangguk.
“Mas Panda, tau JakArt@ itu apa?”
“Mampus deh gue!” panik Panda dalam hati. Keringat dingin mulai membasahi jidatnya yang lebar kayak lapangan bola. “Bego! Seharusnya gue tadi googling dulu di rumah!” Secepat kilat ia putar otaknya. Ia coba rangkai semua yang dilihatnya.

“JakArt@ adalah sebuah lembaga kesenian bukan bu, eh mbak?” jawabnya nekat.
“Mas Panda suka seni?” Tanya Sherly.
“Suka banget bu, eh mbak!” jawab Panda mantap.
 “Punya keahlian apa dalam berkesenian?” Tanya Sherly.
“O, saya bisa nyanyi, main gitar, kadang bikin puisi untuk lirik lagu, kadang coret-coret di kanvas, dan sedikit-sedikit main piano sama biola, bu!” mulai pede jawaban Panda.
“Suka nonton pertunjukkan?” Tanya Sherly lagi
“Suka!”
“Pertunjukkan apa yang biasa kamu tonton?”
“Hmm.. wayang orang Bharata, tari di Prambanan sama pertunjukkan band di poster cafe!” tegas Panda.
“Mas Panda, menguasai bahasa apa saja?”
“Indonesia, Inggris, Jepang sedikit-sedikit, terus Jawa..”
Wanita itu tersenyum.
“Oke, selamat mas. Selamat bergabung di JakArt@!” ia menyodorkan tanganbya.
“Maksud ibu, eh mbak Sherly saya diterima?!”
“Iya, kamu adalah volunteer terakhir! Dan kamu saya masukkan ke dalam divisi pertunjukkan. Staging. Stage Crew..”
“Staging?” bisik Panda binggung.
“Kamu hari ini ga sibuk kan? Nanti jam 4 sore akan ada briefing. Anti akan ngasih kamu informasinya ya.”
 
Panda keluar dari ruangan itu. Jatungnya mau loncat. Panda gak nyangka dirinya akan kerja. Kerja beneran. Sambil tersenyum, ia temui mbak-mbak resepsionis tadi, yang berambut hitam panjang tergerai dan berdada.. super. Ia masih binggung. Ia tidak menyangka interview itu akan berlangsung cepat sekali.

“Mas Panda, tunggu dulu ya, silahkan duduk sebentar.” Kata Anti.

Panda berjalan ke ruang tamu tadi. Ia duduk di sofa bundar yang bersebelahan dengan baby grand piano. Di sana juga sudah duduk seorang cewek.
“Halo. Mau interview juga ya?” Tanya Panda sok pede.
“Iya!” wanita itu menjawab singkat.
“O.. gue barusan aja, jadi Stage crew. Lo?”
“Stage Crew juga!”
“Ooo.. eh maap, gue Panda” ia menjulurkan tangannya.
“Syera..”
“Buset, judes banget nih orang!” kata Panda dalam hati.
“Haduh, kepedean banget sih nih orang” kata Syera dalam hati.

Tiba-tiba datang perempuan berambut hitam panjang tergerai dan berdada.. uddeehh.. “Halo semua saya Anti.” Ia tersenyum, makin cantik banget.
“Ini brosur dan juga informasi mengenai JakArt@. Dan nanti jam 4 kita kumpul bersama ya.” lanjutnya.
“Nanti agendanya apa ya, mba?” Tanya Syera.
“Nanti akan ada penjelasan JakArt@ keseluruhan sekaligus pembagian divisi.” Jawab Anti.
“Direktur JakArt@ ibu Ary Sutedja yang akan nanti menjelaskannya nanti. Silahkan liat-liat dulu. Jangan lupa nanti jam 4 ya!” Lanjutnya.

Anti segera kembali ke mejanya. Syera pun segera merapikan tasnya, “Panda, gue duluan ya, mau ke perpus British Council dulu.”

Panda mengangguk. Ia liat hapenya. “Ck, jam kuliah berikutnya masih lama, ngapain ya gue. Baru jam 12 lagi.” Akhirnya, ia putuskan untuk baca-baca brosur JakArt@. Terus bosen. Liat-liat instalasi dan lukisan-lukisan yang terpampang di lorong kantor JakArt@. Kemudian bosen lagi. Ia arahkan kakinya ke piano, dan memainkan sebuah lagu……. Gundul-gundul pacul.

“Panda?” tiba-tiba ada sebuah suara yang sangat Panda kenal.
“Marie, ngapain lo disini?” Panda berhenti memencet tuts piano.

Sebentar.. biar saya ceritain dulu siapa itu Marie ya.

Marie
Adalah cewek yang udah diincer Panda sejak iya kuliah di kampus burung. Marie itu tipe cewek petite. Panda emang suka banget sama cewek yang mungil. Marie pun sebenernya ngasih tanda-tanda juga ke Panda. Tapi sayang, panggilan Tuhan mereka berbeda. Jadi ya, keduanya hanya bisa menjaga jarak dan cukup ‘berteman’ saja.

“Gue mau ikutan JakArt@” jawab Marie sambil menghampiri Panda.
“Wah, asik, gue juga. Lo kebagian apa? Gue Stage Crew.” kata Panda semangat.

Marie terdiam.

“Lah, kok diem.” Tanya Panda
“Gue, gak dapet. Gue telat. Kata mba Sherly, barusan aja dia nerima volunteer terakhir.”
DHEG! Panda kaget mendengarnya. Dia adalah volunteer terakhir itu.
“Yah.. sabar ya.. nanti lo gue ajak deh kalo udah mulai.” Panda memegang tangan Marie.
“Gimana sayang?” tiba-tiba ada sebuah suara dari belakang.
“Aku gak dapet. Aku telat. Gara-gara kamu.”

Awkward moment. Panda pun mundur agak menjauh.

“Eh, Panda kenalin. Ini Aldy.”
“Panda”
“Aldy”
“Panda, gue duluan ya. Sampe ketemu di kampus. Gue nebeng ya nanti.” Marie tersenyum.
“Loh, kan sama aku sayang.” Jawab Aldy binggung.
“Emang kamu mau ikutan kuliah? Udah kamu pulang aja.” Jawab Marie ketus.
“Er.. er.. Marie, gue.. gue nanti gak kuliah, karena nanti ada briefing dari JakArt@” kata Panda pelan-pelan.
“Oh. Ya udah, have fun.” Marie pun balik badan dan menarik.. si Aldy.

Jantung Panda naik turun, antara gemes, kesel sama pengen bilang mampus lo. Panda gak sangka, kalo Marie udah ada monyetnya, eh gandengannya.. eh cowoknya maksudnya. Panda coba tenangkan hatinya. Ia coba tekan-tekan lagi tuts piano dan memainkan lagu… Cublak-cublak suweng.


No comments:

Post a Comment