Siang itu, Gedung S. Widjojo terlihat bersinar. Kaca yang mendominasinya silau terkena pancaran sinar matahari, membuatnya terkesan lebih tinggi. Bentuknya yang agak ‘unik’ seperti payung yang disusun bertumpuk terlihat lebih menonjol dari gedung di sepanjang jalan sudirman.
Beberapa
petugas berseragam hitam-hitam terlihat sigap memeriksa setiap mobil yang mencoba
memasukinya, agak ketat penjagaannya, karena di dalamnya terdapat pusat
kebudayaan Inggris, British Council.
Panda merapihkan kemejanya. Jantungnya berdenyut keras. Ini adalah interview kali pertama dalam hidupnya. Di depannya terpampang tulisan besar ‘JakArt@’, International Arts, Cultural & Educational Festival’.
Sebuah
institusi yang kemarin menelponnya ketika ia sedang latihan dengan bandnya. “Bismillah!”
Panda mencoba menenangkan hatinya. Tangannya mulai membuka pintu tinggi besar
yang semuanya terbuat dari kaca. Panda akhirnya masuk ke dalam.
Di
depannya terbentang meja panjang berwarna hitam, dengan tinggi kira-kira sedada
(dada siape), yah pokoknya tingginya setinggi seekor kambing yang lagi berdiri.
Di belakang meja itu duduk seorang wanita cantik. Taunya cantik? Terlihat dari
rambutnya yang hitam panjang, yang sepertinya terawat (halah).
“Siang, mbak.” Panda membuka suara.
Mendengar
ada suara, wanita di belakang meja resepsionis itu pun berdiri.
*slow motion* wanita itu mendongakkan kepalanya
perlahan, rambutnya yang hitam panjang.. dan wangi (baru saja tercium baunya)
tergerai ke kiri dan kanan.. Mulai terlihat sedikit demi sedikit raut mukanya
yang.. cantik. Muka blasteran, mata coklat, hidung mancung dan.. berbibir
merah, baju yang dikenakannya terusan berwarna putih dan bertotol hitam,
seperti sapi.. yang membuat dadanya yang.. besar.. terlihat sesak, seperti..
susah bernapas (kenapa ceritanya jadi porno gini sik, maafkan, lanjut ya).
Melihat
pemandangan seperti itu, Panda tercengang. Termangu. Diam. Bengong. Terpesona
akan kecantikan wanita itu.
“Selamat
siang, ada yang bisa dibantu?” kata wanita cantik itu.
“Se.. lamat siang mba, saya Panda.” Jawab
Panda gagap.
“Halo,
saya Meranti, panggil aja Anti.” Wanita itu menjulurkan tangannya yang jenjang.
Leher kali jenjang.
“E.. E.. ini mba. Kemarin saya di telpon oleh
ibu Sherly dari JakArt, katanya saya mau diinterview?!”
“Ohh..
mau jadi volunteer ya. Silahkan duduk dulu ya mas Panda, sebentar saya panggil
dulu mbak Sherly-nya.”
Panda
berjalan menuju bangku yang ditunjuk oleh perempuan cantik yang berambut hitam
dan berdada... sudahlah. Panda perhatikan sekelilingnya.. ia bergidik, sekali
lagi ia perhatikan seluruh ruangan yang ada di depan matanya. “Kantor ini keren
banget!” kata Panda terperangah dalam hati. Memang tempat seperti inilah yang sudah
diidam-idamkan sebagai future office-nya kalau kerja nanti. Nyeni banget.
Ruang
tamunya tertata dengan rapi. Lantainya dilapisi kayu kotak berwarna coklat. Di
tengah ruangan, ada sebuah meja panjang terbuat dari besi berulir berwarna
hitam pada tiap kakinya, di atasnya tergeletak sebuah kaca putih bening
berbentuk oval, terlihat memberikan efek elegan pada ruangan itu. Meja itu
dikelilingi oleh kursi besi yang dibalut oleh sarung beludru berwarna hitam. Di
sebelah kirinya, kira-kira 10 ubin (udah ngitung tadi) dari meja, tergeletak
sebuah instalasi berbentuk balok-balok yang tersusun seperti gedung-gedung
pencakar langit.
‘Wah
keren abis. Klasik!” Panda berucap setengah teriak, tangannya menunjuk ke
pojokan ruangan. Di sana terdapat baby grand piano yang sengaja dibuka panel
atasnya. Di atasnya, sebuah lampu kuning menyoroti tepat ke arah piano
tersebut.
“Mas Panda..” terdengar suara Anti memanggil. “Silahkan masuk ke ruangan yang di sebelah kiri ya, ibu Sherly sudah menunggu.” Panda mengangguk dan segera masuk ke ruangan yang ditunjuk oleh Anti.
Kejadian
lagi..
Panda
bengong. Ia nganga. Gede banget. Iya, Panda emang gampang banget nganga alias
norak.
Kali
ini ruangan yang dimasukinnya benar-benar membuat dirinya terpana. Ia seperti
berada di sebuah mini gallery. Ukurannya kira-kira seperempatnya ruang tamu
tadi. Di dinding kiri terpampang banyak poster besar warna-warni, bergambarkan
berbagai macam pertunjukkan seni, seperti teater, ballet, piano, paduan suara, dll.
Di dinding kanannya, terpampang white board yang penuh dengan coretan tanggal yang
beruliskan agenda berbagai pertunjukkan.
“Mas
Panda ya, saya Sherly” seorang wanita berwajah jawa manis mengagetkan Panda.
“Halo,
saya Panda.” jawab Panda sambil senyum.
“Lucu
banget sih namanya!” Sherly tertawa.
“Oh
itu nama panggilan aja kok, bu..”
“O..
Eh, panggil Sherly aja ga usah pake bu. Oke Panda, jadi kamu mau bergabung di
JakArt@?”
Panda
ngangguk.
“Mas
Panda, tau JakArt@ itu apa?”
“Mampus
deh gue!” panik Panda dalam hati. Keringat dingin mulai membasahi jidatnya yang
lebar kayak lapangan bola. “Bego! Seharusnya gue tadi googling dulu di rumah!” Secepat
kilat ia putar otaknya. Ia coba rangkai semua yang dilihatnya.
“JakArt@ adalah sebuah lembaga kesenian bukan bu, eh mbak?” jawabnya nekat.
“Mas
Panda suka seni?” Tanya Sherly.
“Suka
banget bu, eh mbak!” jawab Panda mantap.
“Punya
keahlian apa dalam berkesenian?” Tanya Sherly.
“O,
saya bisa nyanyi, main gitar, kadang bikin puisi untuk lirik lagu, kadang
coret-coret di kanvas, dan sedikit-sedikit main piano sama biola, bu!” mulai
pede jawaban Panda.
“Suka
nonton pertunjukkan?” Tanya Sherly lagi
“Suka!”
“Pertunjukkan
apa yang biasa kamu tonton?”
“Hmm..
wayang orang Bharata, tari di Prambanan sama pertunjukkan band di poster cafe!”
tegas Panda.
“Mas
Panda, menguasai bahasa apa saja?”
“Indonesia,
Inggris, Jepang sedikit-sedikit, terus Jawa..”
Wanita
itu tersenyum.
“Oke,
selamat mas. Selamat bergabung di JakArt@!” ia menyodorkan tanganbya.
“Maksud
ibu, eh mbak Sherly saya diterima?!”
“Iya,
kamu adalah volunteer terakhir! Dan kamu saya masukkan ke dalam divisi
pertunjukkan. Staging. Stage Crew..”
“Staging?”
bisik Panda binggung.
“Kamu
hari ini ga sibuk kan? Nanti jam 4 sore akan ada briefing. Anti akan ngasih
kamu informasinya ya.”
Panda keluar dari ruangan itu. Jatungnya mau loncat. Panda gak nyangka dirinya akan kerja. Kerja beneran. Sambil tersenyum, ia temui mbak-mbak resepsionis tadi, yang berambut hitam panjang tergerai dan berdada.. super. Ia masih binggung. Ia tidak menyangka interview itu akan berlangsung cepat sekali.
“Mas
Panda, tunggu dulu ya, silahkan duduk sebentar.” Kata Anti.
Panda
berjalan ke ruang tamu tadi. Ia duduk di sofa bundar yang bersebelahan dengan
baby grand piano. Di sana juga sudah duduk seorang cewek.
“Halo.
Mau interview juga ya?” Tanya Panda sok pede.
“Iya!”
wanita itu menjawab singkat.
“O..
gue barusan aja, jadi Stage crew. Lo?”
“Stage
Crew juga!”
“Ooo..
eh maap, gue Panda” ia menjulurkan tangannya.
“Syera..”
“Buset,
judes banget nih orang!” kata Panda dalam hati.
“Haduh,
kepedean banget sih nih orang” kata Syera dalam hati.
Tiba-tiba datang
perempuan berambut hitam panjang tergerai dan berdada.. uddeehh.. “Halo semua
saya Anti.” Ia tersenyum, makin cantik banget.
“Ini brosur dan
juga informasi mengenai JakArt@. Dan nanti jam 4 kita kumpul bersama ya.”
lanjutnya.
“Nanti agendanya
apa ya, mba?” Tanya Syera.
“Nanti akan ada
penjelasan JakArt@ keseluruhan sekaligus pembagian divisi.” Jawab Anti.
“Direktur
JakArt@ ibu Ary Sutedja yang akan nanti menjelaskannya nanti. Silahkan
liat-liat dulu. Jangan lupa nanti jam 4 ya!” Lanjutnya.
Anti
segera kembali ke mejanya. Syera pun segera merapikan tasnya, “Panda, gue
duluan ya, mau ke perpus British Council dulu.”
Panda
mengangguk. Ia liat hapenya. “Ck, jam kuliah berikutnya masih lama, ngapain ya
gue. Baru jam 12 lagi.” Akhirnya, ia putuskan untuk baca-baca brosur JakArt@.
Terus bosen. Liat-liat instalasi dan lukisan-lukisan yang terpampang di lorong
kantor JakArt@. Kemudian bosen lagi. Ia arahkan kakinya ke piano, dan memainkan
sebuah lagu……. Gundul-gundul pacul.
“Panda?”
tiba-tiba ada sebuah suara yang sangat Panda kenal.
“Marie,
ngapain lo disini?” Panda berhenti memencet tuts piano.
Sebentar..
biar saya ceritain dulu siapa itu Marie ya.
Marie
Adalah
cewek yang udah diincer Panda sejak iya kuliah di kampus burung. Marie itu tipe
cewek petite. Panda emang suka banget sama cewek yang mungil. Marie pun
sebenernya ngasih tanda-tanda juga ke Panda. Tapi sayang, panggilan Tuhan
mereka berbeda. Jadi ya, keduanya hanya bisa menjaga jarak dan cukup ‘berteman’
saja.
“Gue
mau ikutan JakArt@” jawab Marie sambil menghampiri Panda.
“Wah,
asik, gue juga. Lo kebagian apa? Gue Stage Crew.” kata Panda semangat.
Marie
terdiam.
“Lah,
kok diem.” Tanya Panda
“Gue,
gak dapet. Gue telat. Kata mba Sherly, barusan aja dia nerima volunteer
terakhir.”
DHEG!
Panda kaget mendengarnya. Dia adalah volunteer terakhir itu.
“Yah..
sabar ya.. nanti lo gue ajak deh kalo udah mulai.” Panda memegang tangan Marie.
“Gimana
sayang?” tiba-tiba ada sebuah suara dari belakang.
“Aku
gak dapet. Aku telat. Gara-gara kamu.”
Awkward
moment. Panda pun mundur agak menjauh.
“Eh,
Panda kenalin. Ini Aldy.”
“Panda”
“Aldy”
“Panda,
gue duluan ya. Sampe ketemu di kampus. Gue nebeng ya nanti.” Marie tersenyum.
“Loh,
kan sama aku sayang.” Jawab Aldy binggung.
“Emang
kamu mau ikutan kuliah? Udah kamu pulang aja.” Jawab Marie ketus.
“Er..
er.. Marie, gue.. gue nanti gak kuliah, karena nanti ada briefing dari JakArt@”
kata Panda pelan-pelan.
“Oh.
Ya udah, have fun.” Marie pun balik badan dan menarik.. si Aldy.
Jantung
Panda naik turun, antara gemes, kesel sama pengen bilang mampus lo. Panda gak
sangka, kalo Marie udah ada monyetnya, eh gandengannya.. eh cowoknya maksudnya.
Panda coba tenangkan hatinya. Ia coba tekan-tekan lagi tuts piano dan memainkan
lagu… Cublak-cublak suweng.
No comments:
Post a Comment